Prof. Mr. Dr. R. Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 berpidato dihadapan Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) atau Do kuritsu Junbi Cosakai, tentang Teori Negara secara yuridis, politis dan sosiologis, syarat-syarat berdirinya negara, bentuk negara dan bentuk pemerintahan serta hubungan antara negara dan agama.
Pada kesempatan ini, Prof. Soepomo mengemukakan pikiran pokok tentang “bagaimanakah dasar-dasarnya Negara Indonesia Merdeka”.
Berikut 3 teori tentang berdirinya negara menurut Soepomo:
Teori Negara Perseorangan atau Individualistik
Ada teori yang menyatakan bahwa negara itu terdiri atas dasar teori perseorangan, teori individualistis, sebagai diajarkan oleh Thomas Hobbes dan John Locke (abad ke-17), Jean Jaques Rousseau (Abad ke-18), Herbert Spencer (abad ke-19), HJ. Laski (Abad ke-20).
Menurut aliran pikir ini, negara ialah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh seseorang dalam masyarakat itu (contract social).
Susunan hukum negara yang berdasar individualisme terdapat di negeri Eropa Barat dan di Amerika.
Teori Negara Kelas
Aliran pikiran lain tentang negara ialah teori ‘golongan dari negara (class theory) sebagai diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin.
Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan (sesuatu klasse) untuk menindas klasse lain. Negara ialah alatnya golongan yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan-golongan lain, yang mempunyai kedudukan yang lembek.
Menurut aliran ini, negara kapitalistis ialah perkakas bourgeoisie untuk menindas kaum buruh, oleh karena itu para Marxis menganjurkan. revolusi politik dari kaum buruh untuk merebut kekuasaan negara agar kaum buruh dapat menindas kaum bourgeoisie.
BACA JUGA: Pancasila dalam Kesepakatan Tentang Hukum Dasar
Teori Negara Integralistik
Teori lain yang disampaikan adalah teori integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain (abad 18 dan 19).
Menurut pikiran ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integraal, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara berdasar aliran pikiran integraal ialah penghidupan bangsa seluruhnya.
Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidal menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetap negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebaga persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.
Menurut Soepomo, pilihan yang ketiga adalah yang paling tepat untuk Indonesia.
Baca Juga: Arti Penting Persatuan dan Kesatuan Bagi Bangsa Indonesia, Begini Uraiannya
Soepomo, Tokoh Hukum Terkemuka Indonesia
Soepomo adalah Menteri Hukum Republik Indonesia ke-1 dengan masa jabatan 19 Agustus 1945 – 14 November 1945.
Prof. Mr. Dr Soepomo lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, 22 Januari 1903 – meninggal di Jakarta, 12 September 1958 pada umur 55 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Soepomo dikenal sebagai arsitek Undang-undang Dasar 1945, bersama dengan Muhammad Yamin dan Sukarno.
Sebagai putra keluarga priyayi, Ia berkesempatan meneruskan pendidikannya di ELS (Europeesche Lagere School) di Boyolali (1917), MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo (1920), dan menyelesaikan pendidikan kejuruan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia pada tahun 1923. Ia kemudian ditunjuk sebagai pegawai negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda yang diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen.
Antara tahun 1924 dan 1927 Soepomo mendapat kesempatan melanjutkan pendidikannya ke Rijksuniversiteit Leiden di Belanda di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, profesor hukum yang dikenal sebagai “arsitek” ilmu hukum adat Indonesia dan ahli hukum internasional, salah satu konseptor Liga Bangsa Bangsa.
Thesis doktornya yang berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta) tidak saja mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta, tetapi juga secara tajam menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta (Pompe 1993).
Ditulis dalam bahasa Belanda, kritik Soepomo atas wacana kolonial tentang proses transisi agraria ini dibungkus dalam bahasa yang halus dan tidak langsung, menggunakan argumen-argumen kolonial sendiri, dan hanya dapat terbaca ketika kita menyadari bahwa subyektivitas Soepomo sangat kental diwarnai etika Jawa.
Melihat latar belakang tersebut, asas persatuan Indonesia yang disampaikan Mr Soepomo untuk untuk mengindari konflik serta perpecahan antargolongan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan kebudayaan.
Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh, tidak pecah belah, persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Dengan perkataan lain, hal-hal yang beraneka ragam itu, setelah disatukan, menjadi sesuatu yang serasi, utuh dan tidak saling bertengkar antara satu dengan yang lain.
Tujuan persatuan dan kesatuan adalah untuk mewujukan cita-cita bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang didasari oleh empat hal yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat, yaitu:
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2) Memajukan kesejahteraan umum,
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
BACA JUGA: 5 Contoh dan Manfaat Wujud Persatuan dalam Kegiatan di Indonesia
BPUPKI, Pengertian dan Sejarah Singkat
BPUPKI adalah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Choosakai) yang dikenal sebagai BPUPKI. Dibentuk pada tanggal 29 April 1945 yang diketuai Dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, dengan dua orang Ketua Muda (Fuku Kaityo). Ketua Muda I Itibangase dan Ketua Muda II, Raden Pandji Soeroso yang beranggotakan 60 orang anggota biasa, dan 7 (tujuh) orang anggota Istimewa ( Toku Betsu) berkebangsaan Jepang yang tidak mempunyai hak suara.
Keberadaan mereka di dalam BPUPKI, karena pada tanggal tersebut adalah HUT Tenno Heika (Kaisar), atau Tenco – Setsu (Hari Mulia). Adapun ke tujuh orang anggota istimewa tersebut adalah: Tokonomi Tokuzi, Miyano Syoozo, Itagaki Masamitu, Matuura Mitokiyo, Tanaka Minoru, Masuda Toyohiko, dan Idee Toitiroe. Kemudian jumlah anggota BPUPKI ditambah 6 ( enam) orang anggota yang berasal dari Indonesia.
Dengan demikian jumlah keseluruhan anggota BPUPKI adalah 76 orang (termasuk Ketua dan Ketua Muda).
Baca Juga: Dampak Persatuan dan Kesatuan terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pada tanggal 28 Mei 1945 Jepang melantik BPUPKI dan keesokan harinya BPUPKI melakukan persidangan yaitu sidang pertama dari tanggal 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 dan sidang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 16 Juli 1945.
Dengan terbentuknya badan tersebut bangsa Indonesia dapat secara sah mempersiapkan kemerdekaannya, antara lain merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka, di samping itu juga dasar-dasar atau asas-asas, di atas mana akan didirikan negara Republik Indonesia.
Periode inilah yang diwarnai dengan kegiatan perumusan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu dengan diskusi dan perdebatan-perdebatan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pada hari pertama sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 ketua BPUPKI meminta para anggota BPUPKI untuk mengemukakan dasar Indonesia merdeka. Pada tanggal 29 Mei, 31 Mei dan 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI yaitu Mr. Moh. Yamin, Prof, R, Soepomo dan Ir. Soekarno masing-masing mengemukakan pendapatnya tentang lima asas atau lima dasar Negara Indonesia merdeka.
Adapun rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara yang dikemukakan paran anggota BPUPKI tersebut adalah sebagai berikut:
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Moh. Yamin menyampaikan dalam pidatonya lima asas atau dasar Negara Indonesia merdeka, yaitu:
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri Ketuhanan
- Peri kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Baca Juga: Tokoh Pendiri Negara Indonesia dan Perumusannya
Di samping pidato tersebut Mr. Muh. Yamin menyampaikan pula secara tertulis rancangan UUD Republik Indonesia yang di dalam pembukaannya tercantum lima asas dasar negara. Lima asas tersebut rumusannya berbeda dengan yang diucapkannya dalam pidatonya , yaitu sebagai berikut:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kebangsaan Persatuan Indonesia
- Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 31 Mei 1945, dalam pidatonya Prof. R. Soepomo mengemukakan pendapatnya tentang lima asas atau lima dasar Negara Indonesia merdeka dengan rumusan sebagai berikut :
- Asas Persatuan Indonesia
- Kekeluargaan
- Keseimbangan lahir dan batin
- Musyawarah
- Keadilan Rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945 tibalah giliran Ir. Soekarno untuk menyampaikan pidatonya pada sidang BPUPKI. Dalam pidato itu Ir. Soekarno mengusulkan pula lima asas untuk menjadi dasar negara Indonesia Merdeka yaitu:
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau perikemanusiaan
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang berkebudayaan.
Pada tanggal 1 Juni 1945 untuk lima asas atau lima dasar sebagai dasar Negara Indonesia merdeka oleh Ir. Soekarno diusulkan untuk diberi nama Pancasila yang mana istilah itu diperolehnya dari seorang temannya yang ahli bahasa.
Adapun usul Ir. Soekarno agar Dasar Negara Indonesia yang terdiri dari lima asas atau lima dasar dinamakan Pancasila, disetujui peserta sidang BPUPKI.
Dalam perkembangannya kemudian yaitu tahun 1947 pidato Ir. Soekarno tersebut dipublikasikan dalam bentuk sebuah buku yang berjudul lahirnya Pancasila dan oleh karena itulah muncul anggapan umum bahwa lahirnya Pancasila adalah tanggal 1 Juni 1945 pada saat peserta sidang pertama BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 menyetujui usulan Ir. Soekarno agar nama Dasar Negara yang terdiri dari lima sila dinamakan Pancasila.
Pada akhir sidang pertama, ketua sidang membentuk suatu panitia, yang dikenal sebagai panitia delapan yang diketuai Ir. Soekarno yang ditugasi antara lain mengumpulkan dan menggolong-golongkan usul-usul yang diajukan peserta sidang.
BACA JUGA: Integrasi Nasional, Penjelasan dan Konsep Pentingnya
Baca artikel Edukasi lainnya di tautan ini dan berita terkini dari PELITA.CO.ID di Google News dengan klik tautan ini.
Baca berita lebih cepat, unduh aplikasi PELITA.CO.ID di Google Play di tautan ini.