Otonomi daerah merupakan konsep pemerintahan di mana daerah-daerah dalam sebuah negara diberikan kebebasan dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sendiri, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah tersebut.
Pasal 18A UUD NRI 1945 memberikan dasar konstitusional bagi pengaturan hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai berikut:
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang
BACA JUGA: Pembagian Kewenangan pada Otonomi Daerah Antara Pemerintah Pusat dengan Daerah
Di Indonesia, otonomi daerah mulai diterapkan secara lebih luas setelah reformasi 1998, yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sejak saat itu, berbagai regulasi dan kebijakan terus dikembangkan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
Meskipun demikian, ada 5 kewenangan pemerintah pusat yang tidak diserahkan kepada pemerintah daerah.
5 (lima) kewenangan yang tidak diserahkan kepada pemerintah daerah yaitu:
- politik luar negeri
- pertahanan dan keamanan
- yustisi
- moneter dan fiskal nasional
- agama
Disamping pemberian kewenangan di atas, pemerintah otonom diberikan kewenangan untuk mengelola keuangannya yang dicantumkan dalam APBD sesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
a. desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.
b. dekonsentrasi adalah pelimpahan pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
c. tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
Akan tetapi dengan terbentuknya daerah otonom dengan terjadinya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah otonom, tidak berarti bahwa daerah otonom sudah terlepas dari pengawasan pemerintahan pusat.
Pemerintah pusat tetap memiliki akses untuk melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pemerintah daerah. Pengawasan merupakan “pengikat” kesatuan, agar bandul kebebasan berotonomi tidak bergerak begitu jauh sehingga mengurangi bahkan mengancam kesatuan.