Jakarta, pelita.co.id – Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menggelar aksi damai di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat pada Rabu, (10/12/2025). Aksi damai yang diikuti sekira 1.000 peserta untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia tersebut berlangsung tertib.
Peserta aksi damai Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) berkumpul di depan gedung kantor pewakilan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan berjalan ke arah istana negara. Namun, saat rombongan menuju istana negara polisi menghentikan rombongan dan mengarahkan ke kawasan Monas.
Tiba di lokasi, perwakilan dari serikat buruh dan organisasi yang mengikuti aksi damai ini berorasi dan membacakan tuntutan.
“Dalam peringatan Hari HAM Internasional 2025 ini, GEBRAK menuntuk untuk bebaskan seluruh tahanan politik Perlawanan Agustus, pulihkan nama baiknya dan penuhi segala kebutuhan pemulihan fisik maupun psikis,” kata perwakilan GEBRAK, Sunarno.
BACA JUGA: Jelang Hari Buruh Internasional dan Hardiknas, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) Keluarkan 19 Tuntutan Kepada Pemerintah

Sunarno yang juga Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) ini menambahkan, setidaknya terdapat 999 orang ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi menangkap 5.444 mereka yang terlibat atau tidak terlibat dalam aksi protes masyarakat.
Oleh karena itu, “GEBRAK mentutut membebaskan seluruh pejuang HAM dan demokrasi, lingkungan dan hak atas tanah yang selama ini menjadi korban kriminalisasi aparat negara,” lanjutnya.
Melalui siaran pers yang dibagikan, GEBRAK menyampaikan kebanyakan kasus di daerah-daerah yang ada, operasi kriminalisasi sistematis ini dibangun untuk membenarkan bahwa aksi Agustus dilancarkan secara sistematis, ditunggangi, dibiayai “invisible hand” dengan ditunjukkan adanya pembagian oleh polisi menjadi beberapa kluster tahanan yaitu: penghasutan, perusuh, penjarah, pengrusakan fasilitas umum, dan di beberapa daerah pencurian senjata.
“Tangkap, adili, dan penjarakan para pelaku pelanggar HAM dalam penanganan aksi Perlawanan Agustus,” lanjutnya.
Kriminalisasi dan kekerasan seperti sudah menjadi langgam penyelenggara Negara dalam membungkam aspirasi dan perjuangan rakyat. Di berbagai wilayah konflik agraria, para pejuang hak atas tanah direpresi dan diteror hanya karena mempertahankan tanahnya dari penggusuran untuk kepentingan investasi dan bisnis.
Selama 10 tahun terakhir (2015-2024), sedikitnya 2.842 orang mengalami kriminalisasi, 1.054 orang mengalami kekerasan, 88 orang ditembak dan 79 tewas di wilayah konflik agraria.
“Tangkap, adili, dan penjarakan para pelaku pelanggar HAM dalam penanganan aksi Perlawanan Agustus,” lanjutnya.
Aliansi buruh dan kelompok masyarakat sipil melihat represifitas, pemanggilan rakyat secara massal dan tindakan main tangkap oleh aparat telah menjadi langgam lintas rezim pemerintahan. Ada pola sistematis yang telah dirancang sedemikian rupa untuk membungkam aspirasi dan perjuangan rakyat. Membenturkan rakyat yang tengah berjuang dengan narasi anarkisme, anti-pembangunan dan anti-negara untuk membiaskan persoalan struktural yang menjadi akar dari lahirnya perjuangan rakyat.
Oleh karena itu, tuntutan GEBRAK berikutnya adalah mencabut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana baru.






