Habibie Factor yang Mengubah Dunia Penerbangan Internasional

BJ Habibie. Foto: Dinas Komunikasi Informatika, Statistik dan Persandian Provinsi Banten
BJ Habibie. Foto: Dinas Komunikasi Informatika, Statistik dan Persandian Provinsi Banten

Jakarta, pelita.co.idBJ Habibie menghabiskan sebagian masa mudanya di Jerman. Di negara ini teori Habibie Factor lahir. Pria kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan 83 tahun lalu ini meraih gelar doctor ingenieur-nya pada 1965 di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachea, Jerman.

Tak butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan pekerjaan. Ia mengawali karirnya di perusahaan Penerbangan Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB) dan menjabat sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktur Pesawat Terbang.

Bacaan Lainnya

Prestasinya yang moncer di bidang akademik mengantarkan ia cepat mendapatkan promosi jabatan. Empat tahun berselang ia ditunjuk sebagai Kepala Divisi Metode dan Teknologi dalam industri pesawat militer dan komersial di perusahaan tersebut.

Di empat tahun berikutnya ia sudah dipercaya menduduki posisi sebagai Direktur Teknologi merangkap Vice President selama lima tahun di perusahaan yang sama dan menjadi satu-satunya orang Asia yang dipercaya menjabat posisi Vice President di perusahaan tersebut.

Habibie Factor

Di masa-masa itu ada sebuah momen ketika dunia penerbangan internasional dikejutkan dengan teori baru yang diungkapkan olehnya tentang Termodinamika, Konstruksi, dan aerodinamika.

Habibie menemukan cara untuk menghitung keretakan (crack propagation on random) pada pesawat bahkan sampai ke bagian atom.

Teori ini kemudian dikenal dengan istilah ‘Habibie Factor’ dan digunakan sebagai teori dalam industri pesawat terbang dunia hingga saat ini.

BACA JUGA: 21st Century Skills yang Paling Dibutuhkan di Tahun Ini, Apa Saja?

Sebelum muncul teori tersebut, industri penerbangan sedang kebingungan mendeteksi lebih awal adanya keretakan di dalam pesawat.

Solusi yang dilakukan sebagian besar industri ketika itu adalah dengan meningkatkan faktor keamanan dengan menambah massa konstruksi yang dipakai. Alhasil, bobot pesawat pun akan bertambah sehingga hal ini tidak efektif dalam penerbangan.

Dengan Habibie Factor hal tersebut kemudian tidak perlu dilakukan lagi sehingga retakan bisa dideteksi lebih dini.

Semasa hidupnya Presiden ketiga Indonesia ini banyak menerima penghargaan bergengsi. Salah satunya adalah Edward Warner Award dan Award von Karman yang hampir setara dengan hadiah Nobel di bidang teknologi.

BJ Habibie meninggal dunia pada 11 September 2019 di RSPAD Gatot Subroto dalam usia 83 tahun.

Baca artikeEdukasi lainnya dengan disini. Ikuti juga berita terkini dari PELITA.CO.ID di Google News  dengan klik tautan ini.

TERPOPULER:

PELITA.CO.ID di WhatsApp: pelita.co.id di WhatsApp Channel Dapatkan aplikasi PELITA.CO.ID di Google Play: pelita.co.id di Google Apps PELITA.CO.ID di Google News: pelita.co.id di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan