Kartu kredit menjadi satu alat pembayaran yang dimiliki para milenials kekinian yang sedang semangat-semangatnya mengatur masa depan. Rencana kebanyakan kaum muda dalam merancang investasi masa depan, umumnya berbanding lurus dengan kebiasaan mengikuti tren kemudahan bertransaksi, salah satunya adalah dengan memiliki dan menggunakan kartu kredit.
Tidak bisa dipungkiri, sebagian besar masyarakat memilih ‘kartu sakti’ ini untuk kemudahan bertransaksi, karena salah satu perannya menggantikan berlembar-lembar uang kertas yang membuat dompet terlihat tebal.
Para Pengguna Merasa Dimudahkan
Selain itu, para pengguna kartu kredit kebanyakan akan merasa dimudahkan karena kebutuhan membeli barang saat ini, dapat segera dilakukan meskipun tidak membawa uang tunai atau uang tunai di tabungan saat ini sedang tidak mencukupi. Tentu saja, semua dilakukan dengan cara angsuran di bulan-bulan berikutnya.
Pihak bank sebagai pemberi modal pun memberikan tawaran-tawaran yang menggiurkan seperti potongan harga, cashback, atau peningkatan limit transaksi dan kemudahan-kemudahan pemilikan kartu kredit baik perdana maupun kepemilikan berikutnya.
Akibatnya, tren memilikinya bergeser, yang semula hanya karena urgensi menutup kebutuhan, lambat laun menjadi sebuah tren gaya hidup. Lebih jauh lagi, masyarakat dan bahkan para milenials cenderung menggantungkan urusan pembayaran dan beragam kebutuhan dengan memiliki lebih dari 1 akun kartu kredit dari berbagai bank. Nah sahabat Ublik, masihkah relevan gaya hidup demikian untuk mencukupi kebutuhan hidup kita?
Perlukah koleksi kartu kredit?
Berikut beberapa poin yang wajib kita renungkan sebagai pemiliknya:
Kebutuhan atau keinginan?
Bagi mereka yang memiliki lebih dari satu kartu kredit dengan alasan untuk membantu menutup kebutuhan belanja, silakan cek barang-barang yang telah terbeli. Apakah barang-barang itu benar-benar sebuah kebutuhan yang urgen, atau hanya karena ‘ingin’ saja? Atau bahkan alasan yang lebih menggelikan adalah, ‘karena barangnya lucu’.
Coba kita ingat lagi pelajaran mendasar tentang kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Sahabat Ublik tentunya masih bisa mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan apa saja yang masuk dalam tiga golongan tersebut. Tentunya, klasifikasikan dengan jujur. Jangan hanya karena keinginan, kita kemudian mengkategorikan ‘barang lucu’ menjadi sebuah kebutuhan.
Klasifikasi itu pun bukan tidak mungkin mengalami pergeseran, ya. Jika barang yang kalian pilih adalah sebuah tas atau sepatu branded dengan model terbaru, sementara tas dan juga sepatu yang kita miliki sudah bertumpuk dan masih layak pakai, maka itulah pergeseran kebutuhan yang asalnya sekunder menjadi tersier saja.
Kebutuhan atau gaya hidup?
Kartu kredit sering sekali menjadi ‘dewa penolong’ untuk pemenuhan kebutuhan. Seketika itu juga dianggap sebagai salah satu kebutuhan hidup. Padahal jika kita jeli dalam membuat rincian kebutuhan bulanan dan pengeluarannya, kita akan sangat bisa bahkan mahir mengatur keuangan pribadi yang sesuai dengan pendapatan yang kita terima. Bukankan kita juga pernah mendengar sebuah peribahasa ‘besar pasak daripada tiang’, yang memberikan perumpamaan pengaturan keuangan yang buruk?
Seseorang yang memiliki penghasilan (gaji, laba usaha, dan lain-lain) misalnya sebesar satu juta rupiah dan pengeluaran rutin bulanan sebesar tiga ratus ribu rupiah, ketika menjumpai peningkatan penghasilan menjadi dua juta rupiah, janganlah kemudian menjadikan pengeluaran bulanannya mendadak menjadi enam ratus ribu rupiah.
Pengeluaran bulanan haruslah konstan atau tidak harus bertambah drastis hingga 200%. Karena itu sama saja artinya dengan kita mengubah gaya hidup hanya karena merasa penghasilan kita telah berubah.
Demikian halnya dengan memilikinya. Hanya karena sebuah kemudahan yang tidak perlu, yang sebenarnya masih bisa teratasi dengan penghasilan rutin, seseorang justru menambah pengeluaran di bulan-bulan berikutnya menjadi membengkak.
Jadi, bukan memenuhi kebutuhan hidup, melainkan hanya semata mengikuti gaya hidup.
Baca Juga: Pinjaman Bank Yudha Bhakti yang Kini Bernama Bank Neo Commerce dari Handphone
Sadarkah sedang menambah hutang?
Alih-alih melakukan penghematan dengan uang tunai yang ada di tabungan, karena tidak berkurang dengan belanjaan bulan ini, seseorang justru akan menggerus pengeluaran dan tabungan di bulan-bulan berikutnya.
Misalnya, kita membeli peralatan olahraga sederhana seperti portable body shaker, sepeda statis, atau stepper dengan menggunakan pembayaran pinjaman ini. Alih-alih kita menggunakan alat tersebut dengan maksimal untuk kebugaran, kita justru menambah beban cicilan yang akan memangkas pendapatan atau gaji kita mulai bulan depan sampai lunas.
Padahal, peralatan tersebut pastilah tidak akan bertahan lama penggunaannya karena rasa bosan, kesibukan kerja, atau aktivitas lain yang mengalihkan perhatian kita dari olahraga dengan alat-alat tersebut.
Di sisi lain, seharusnya kita cukup melakukan aktivitas olahraga yang ringan dan tanpa bayar, seperti jalan kaki atau jogging sepulang kerja di sore hari, sekedar peregangan otot di pagi hari sebelum beraktivitas, atau olahraga dengan memanfaatkan lingkungan kantor seperti naik turun tangga.
Kartu kredit sering sekali menjadi ‘dewa penolong’ untuk pemenuhan kebutuhan, benarkah?
Ingat ini bukanlah jalan keluar pada kerumitan masalah keuangan, bukan pula senjata rahasia untuk menutup kebutuhan bulanan.
Satu-satunya yang kita butuhkan hanyalah menghitung dengan detail pengeluaran-pengeluaran setiap bulan, lalu menyesuaikannya dengan penghasilan rutin setiap bulan. Jangan dibalik! Bukan penghasilan yang harus disesuaikan dengan pengeluaran, karena inilah awal terjadinya pemborosan, kebiasaan menggesek kartu kredit, dan tabiat berutang lainnya.
Sesuaikan juga pengeluaran ini dengan penghasilan yang rutin saja, seperti gaji atau laba usaha pada margin terendah. Jangan ikut menghitung pendapatan yang sifatnya insidental seperti bonus kinerja atau tunjangan jabatan.
Karena bukan tidak mungkin hal tersebut suatu saat akan berkurang bahkan sama sekali hilang. Dengan demikian, kita akan memaksakan diri melakukan belanja bulanan pada yang benar-benar kita butuhkan saja. Bahkan bukan tidak mungkin, kita masih bisa menyisihkan uang untuk tabungan.
Kesalahan dalam Menggunakan Kartu Kredit

Kesalahan dalam menggunakan kartu kredit ternyata bukan masalah yang sederhana, lho! Kartu yang sering dianggap ‘penolong’ ini, bila kita tidak memahami betul syarat dan penggunaannya, salah-salah akan menjerat para penggunanya hingga membawa mereka pada kebangkrutan.
Kilau kartu kredit ini bisa membuat orang silau dan keliru menerapkan manajemen keuangan. Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh para pengguna kartu kredit, yang justru akan menjerumuskan mereka pada masalah keuangan:
Terlalu banyak menggunakan pagu kredit
Kartu kredit seringkali menjadi gaya hidup yang salah.
Masih saja banyak yang salah kaprah dengan menempatkan kartu kredit sebagai gaya hidup. Belum merasa ganteng kalau belum memiliki kartu kredit. Akibatnya, seseorang akan berpikir bagaimana caranya bisa menyelipkannya sebanyak mungkin.
Anggapan seperti ini jelas salah besar, terutama bagi mereka yang hanya pegawai kantoran dengan gaji di bawah 10 juta rupiah per bulan. Memiliki dan menggunakannya berarti mengharuskan penggunanya untuk bersiap-siap dengan datangnya tagihan pembayaran di bulan berikutnya.
Artinya, kebutuhan belanja yang mereka pikir dapat terbeli di bulan ini, sebenarnya hanyalah penundaan pembayaran yang tetap harus diselesaikan di bulan-bulan berikutnya, lengkap dengan tambahan bunganya.
Kartu kredit sama sekali bukan solusi untuk menambal kekurangan biaya bulanan. Demikian halnya, mengoleksi kartu kredit bukan juga berarti memperbanyak ‘payung’ saat kebutuhan mulai menghujan. Alih-alih menjadi penolong, mengoleksi kartu kredit justru menjadi awal datangnya badai krisis keuangan.
Akan lebih baik jika kita menginvestasikan waktu dan uang kita untuk mendapatkan ilmu manajemen keuangan dengan baik, daripada sekedar menjadi kolektor kartu kredit dan berharap semuanya akan terselesaikan dengan menumpuk tagihan.
Menggunakan kartu kredit untuk menutup pinjaman lain
Pernahkah terbesit keinginan untuk memilikinya lebih dari satu untuk menutup tagihan kartu kredit yang lain? Atau malah menggunakan kartu kredit untuk membayar cicilan kendaraan atau bahkan KPR.
Kartu kredit adalah golongan pinjaman unsecured atau kredit tanpa agunan. Karenanya, meskipun tampak ringan, sebenarnya bunga yang dikenakan ini tergolong lebih besar dari kredit-kredit yang lain seperti kendaraan atau KPR. Hal ini karena pada kredit kendaraan atau KPR, ada jaminan yang bisa diperhitungkan manakala terjadi gagal bayar, sehingga masih membuka kemungkinan untuk melunasi sisa kredit dengan jaminan tersebut.
Tidak demikian halnya dengan kartu kredit. Tidak ada jaminan apapun yang diberikan bagi kita yang memiliki kartu utang ini. Artinya, ketika terjadi lonjakan tagihan, satu-satunya yang akan diandalkan adalah gaji atau penghasilan rutin kita setiap bulan.
Jadi, jangan pernah menggunakan kartu kredit untuk membayar angsuran pinjaman yang lain, karena hal tersebut sama saja dengan membayar angsuran lain dengan bunga yang lebih kecil (memiliki agunan), dengan menggunakan pinjaman yang memiliki bunga yang lebih besar karena tanpa agunan.
Tidak memperhatikan syarat dan ketentuan
Layaknya kredit pada umumnya, kepemilikan dan penggunaan kartu kredit tentu akan terikat dengan syarat dan ketentuan yang diberikan oleh bank yang mengeluarkannya.
Tahukah kalian detail biaya-biaya kartu kredit yang dimiliki? Berapa biaya administrasinya? Berapa dan bagaimana perhitungan bunganya? Bagaimana perlakuan denda keterlambatan pembayaran tagihan? Semua itu harus betul-betul kita pahami supaya tidak hanya kagum dengan banyaknya belanjaan, tapi ujung-ujungnya pingsan ketika menerima tagihan!
Ketika mendapat tagihan yang diterbitkan bulanan, kita perlu melakukan pengecekan kesesuaian tagihan dengan belanja yang telah kita lakukan!
Mengapa demikian?
Karena, tidak jarang tindak kejahatan dilakukan dengan melakukan skimming dan membebankan biaya belanja pelaku kejahatan pada pemiliknya. Mereka yang tidak jeli, akan menjerumuskan dirinya sendiri karena harus turut membayar biaya yang tidak mereka gunakan. Tentunya hal ini akan semakin menguras tabungan kita setiap bulannya jika tidak jeli mengecek tagihan tersebut.
Kesalahan ini biasa terjadi pada mereka yang baru saja membuka akun kartu kredit, sehingga tidak memiliki pembanding besar bunga antara produk satu dengan yang lainnya. Hal ini juga tidak jarang terjadi pada mereka yang sudah memiliki lebih dari dua kartu kredit.
Inilah kemungkinan kesalahan terbesar yang muncul karena menempatkan alat pembayaran ini sebagai gaya hidup saja. Jadi, jika sampai saat ini kita belum paham betul dengan ketentuan kartu kredit yang bertengger di dompet, maka ikuti saran terbaik, tutup sekarang juga!
Memperlakukan kartu kredit sebagai cadangan uang
Berhenti menggunakan kartu satu ini adalah pilihan yang tepat ketika tidak dapat menggunakannya secara bijak.
Kesalahan ini juga masih sering dilakukan oleh kebanyakan para pengguna kartu kredit yang berakibat tercekiknya diri pada jeratan tagihan, karena besarnya bunga dan denda. Ketika seseorang menganggap bahwa “kartu kredit adalah kartu cadangan hutang,” maka harus bersiap-siap memiliki hutang dalam jumlah yang lebih besar.
Kebanyakan orang dengan santainya menggesek kartu kredit setiap kali pandangan matanya terkunci pada barang baru, meskipun tidak perlu. Tidak hanya itu, bahkan orang juga bisa menggunakannya hanya untuk membayar makan di restoran atau sekedar nonton bioskop.
Ini adalah kebiasaan buruk yang tidak pernah disadari akan menjadi bom waktu bagi penggunanya. Jika memiliki perasaan lebih bangga belanja dengan cashless hanya dengan menggesek kartu, gunakan saja kartu debit yang notabene merupakan pengganti real cash yang benar-benar kita miliki di rekening tabungan.
Kesalahan juga terjadi pada mereka yang salah menentukan limit yang diberikan oleh bank, karena mengira bahwa kartu kredit bisa berfungsi sebagai cadangan uang. Tawaran peningkatan limit dari bank tidak harus selalu kita tanggapi dengan suka cita.
Kita harus benar-benar berhitung dengan penghasilan rutin kita setiap bulan. Bisa saja kita mendapat tawaran limit hingga 8 juta, padahal gaji kita hanya 10 juta per bulan.
Sepintas memang terlihat aman karena masih ada sisa tiap bulannya, namun alangkah sayangnya jika kita menggunakan 80% dari gaji kita hanya untuk kebutuhan belanja. Sementara 20% sisanya justru untuk kebutuhan penting di rumah bahkan untuk investasi dan tabungan. Ini adalah pola pengelolaan keuangan yang terbalik.
Sekali lagi, kartu kredit bukanlah cadangan uang melainkan cadangan utang. Perbedaan satu huruf ‘t’ ini bisa berakibat fatal jika kita tidak segera mengubah kebiasaan kita dalam menggunakannya.
Ikuti berita terkini dari PELITA.CO.ID di Google News dengan klik tautan ini.