Bagaimana Keterlibatan Bangsa Indonesia dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia?

Keterlibatan Bangsa Indonesia dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia
Keterlibatan Bangsa Indonesia dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia

Bagaimana keterlibatan bangsa Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia? Keterlibatan bangsa Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia diwujudkan dengan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian Indonesia dibawah mandat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Pernyataan sikap Indonesia untuk menjaga perdamaian dunia tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Bacaan Lainnya
Pemberangkatan satgas MONUSCO T.A 2021 di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta. Foto: Puspen TNI/istimewa
Pemberangkatan satgas MONUSCO T.A 2021 di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta. Foto: Puspen TNI/istimewa

Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Di sini pula terletak dasar fundamental dari pada politik luar negeri Republik Indonesia yang terkenal sebagai politik bebas dan aktif.

Baca Juga: Pasukan Garuda XX-S Monusco Rayakan Idulfitri dengan Khidmat di Kongo

Sejak presiden pertama Soekarno hingga presiden Joko Widodo, pemerintah Indonesia memilki prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif. Politik luar negeri pemerintah Indonesia yang bebas dan aktif maksudnya Indonesia bebas untuk menjalin kerja sama dengan negara manapun, serta turut aktif dalam organisasi internasional untuk bekerja sama dan menjaga perdamaian dunia.

Sikap tersebut konsisten dijalan oleh pemerintah. Mesipun berganti presiden, Menteri Pertahanan dan Panglima TNI namun Indonesia selalu menerima permintaan untuk mengirimlan misi perdamaian ke berbagai belahan dunia.

Berikut contoh keterlibatan bangsa Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia:

Mengirim pasukan perdamaian kontingan Garuda

Sejarah pasukan penjaga perdamaian Indonesia/Pasukan Garuda (Kontingen Garuda/Konga) dimulai dengan pengiriman misi pertamanya, yaitu Kontingen Garuda I pada tahun 1957 ke Mesir (UNEF) di Timur Tengah.

Kontingen Garuda atau Pasukan Garuda ini terdiri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. Ide awal munculnya pasukan ini karena adanya konflik di Timur Tengah pada 26 Juli 1956.

Selanjutnya pengiriman Kontingen Garuda setingkat batalyon di Kongo, yaitu Kontingen Garuda II pada tahun 1960-1961 dan Kontingen Garuda III di tahun 1963-1964. Lalu Kontingen Garuda IV pada tanggal 7 April 1973, Kontingen Garuda V pada tanggal 23 Juli 1973, dan Kontingen Garuda VII ke Vietnam untuk melakukan pengawasan terhadap gencatan senjata.

Kemudian Kontingen Garuda VI pada tahun 1973-1974 dan Kontingen Garuda VIII pada tahun 1974-1979 ke Mesir. Selanjutnya, Kontinten Garuda XII pada tahun 1992-1994 ke Kamboja, lalu Kontingen Garuda XIV di tahun 1995 ke Bosnia, dan Kontingen Garuda XXIII/UNIFIL di tahun 2006-2015 ke Lebanon.

Kontingen Garuda lainnya merupakan pengamat militer di berbagai misi PBB di dunia, termasuk Brigjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Presiden RI, yang menjabat sebagai Chief Military Observer pada Konga XIV di Bosnia (UNTAES, 1995-1996).

Selain itu, peran lain Indonesia dalam UN Peacekeeping Operation ialah Indonesia telah mengirimkan kapal lautnya, yaitu KRI Diponegoro sejak 2009 untuk bergabung dengan Maritime Task Force (MTF) of the UNIFIL di Lebanon.

Beberapa posisi high ranking officials di UNIFIL juga telah dipercayakan kepada Indonesia, yaitu Chief of Staff of the Maritime Task Force (MTF) dan Deputy Commander Sector East di UNIFIL. Selain itu, Indonesia juga berpartisipasi dalam UN PKO di kawasan Amerika, yaitu pada UN Stabilization Mission in Haiti (MINUSTAH).

Indonesia memiliki visi untuk menjadi bagian dari 10 besar negara penyumbang personel dan menempatkan 4.000 personel di berbagai MPP PBB. Saat ini, target sepuluh besar telah tercapai, dan visi 4.000 personel diharapkan akan dapat tercapai dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Hingga akhir November 2018, Indonesia telah menjadi peringkat 7 dari 124 negara penyumbang personel pada misi perdamaian PBB, dengan 3.544 personil Indonesia, 94 diantaranya perempuan.

Menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB

Dilansir dari penjelasan Kementerian Luar Negeri, Indonesia telah terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020, bersama Jerman, Afrik​a Selatan, Belgia dan Republik Dominika. Indonesia akan memulai masa tugasnya pada tanggal 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2020.

Keanggotaan DK PBB Indonesia tersebut merupakan yang ke-empat kalinya, setelah sebelumnya Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB pada tahun 1974-1975, 1995-1996, dan 2007-2008.

Tugas Dewan Keamanan secara umum adalah menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Secara lengkap, Fungsi dan kewenangan utama Dewan Keamanan PBB di antaranya:

  • Memelihara perdamaian dan keamanan internasional (pasal 24 Piagam PBB)
  • Menyampaikan rekomendasi calon negara anggota baru PBB kepada MU (Pasal 4 (2))
  • Merekomendasikan pemberhentian atau pembekuan keanggotaan suatu negara kepada MU (Pasal 5 dan Pasal 6)
  • Menyampaikan rekomendasi calon Sekjen PBB (Pasal 97)
  • Memilih calon hakim Mahkamah Internasional (Pasal 40 dan 61).

Fungsi DK untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dijabarkan dalam Bab VI dan Bab VIII Piagam PBB, sebagai berikut:

a. Bab VI – Penyelesaian Sengketa Secara Damai. Sekiranya terdapat situasi yang berpotensi membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, DK dapat: meminta para Pihak menyelesaikan sengketa secara damai, antara lain melalui “negotiation, enquiry, mediations, conciliation, arbitration, judicial settlements, resort to regional agencies or arrangements and other methods” (Pasal 33) melakukan investigasi (Pasal 34) merekomendasikan prosedur dan metode penanganan sengketa (Pasal 36-38)

b. Bab VII – Ancaman Terhadap Perdamaian, Pelanggaran Kondisi Damai, atau Tindakan Agresi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan DK di antaranya: menentukan keberadaan threat to peace, breach of the peace, atau act of agression mengajukan rekomendasi (Pasal 39), yang dapat berupa: (i) tanpa menggunakan kekuatan bersenjata, seperti embargo (Pasal 41), dan (ii) menggunakan kekuatan bersenjata (Pasal 42).

Baca Juga: Prajurit Jajaran Korem 174/ATW Merauke Ikuti Sosialisasi Bidang Inteltek TNI AD TA 2022

Pendiri Gerakan Non Blok

Gerakan Non-Blok (GNB) (bahasa Inggris: Non-Aligned Movement/NAM) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri lebih dari 100 negara-negara yang menganggap dirinya tidak beraliansi dengan kekuatan besar apapun.

Tujuan dari organisasi ini, seperti yang tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, adalah untuk menjamin kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara nonblok dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, rasisme dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau hegemoni dan menentang segala bentuk blok politik.

Mereka merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir 2/3 keangotaan PBB. Negara-negara yang telah menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT) Non-Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan dan Malaysia.

Lima prinsip Gerakan Non Blok adalah:

  • Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.
  • Perjanjian non-agresi
  • Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
  • Kesetaraan dan keuntungan bersama
  • Menjaga perdamaian

ASEAN (Association of South East Asian Nation) adalah salah satu organisasi internasional yang bersifat kawasan atau region, tepatnya di kawasan Asia Tenggara.

Pendiri ASEAN

Berdirinya organisasi ASEAN (Association of South East Asian Nations), sebelumnya diawali dengan adanya pertemuan lima menteri luar negeri dari negara-negara Asia Tenggara pada 5 – 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand.

Diakhir pertemuan, tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, lima Wakil Negara/ Pemerintahan negara-negara Asia Tenggara, yaitu Menteri Luar Negeri Indonesia (Adam Malik), Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia (Tun Abdul Razak), Menteri Luar Negeri Filipina (Narciso Ramos), Menteri Luar Negeri Singapura (S. Rajaratnam), dan Menteri Luar Negeri Thailand (Thanat Khoman) menindaklanjuti Deklarasi Bersama dengan melakukan pertemuan dan penandatanganan Deklarasi ASEAN (The ASEAN Declaration) atau yang dikenal dengan Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration).

Isi Deklarasi Bangkok itu adalah sebagai berikut:

  • Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara;
  • Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;
  • Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi;
  • Memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan internasional yang ada;
  • Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di kawasan Asia Tenggara.

Itulah 4 contoh keterlibatan bangsa Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia.

Ikuti berita terkini dari PELITA.CO.ID di Google News dengan klik tautan ini.

PELITA.CO.ID di WhatsApp: Dapatkan aplikasi PELITA.CO.ID di Google Play: PELITA.CO.ID di Google News:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan