Komisi VII Desak Pemerintah Tinjau Ulang Investasi Smelter RKEF Eksisting

Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya saat RDPU Komisi VII DPR RI dengan Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) dan Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) membahas terkait kesiapan dalam menghadapi pelarangan ekspor timah, di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022). Foto: Oji/Man
Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya saat RDPU Komisi VII DPR RI dengan Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) dan Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) membahas terkait kesiapan dalam menghadapi pelarangan ekspor timah, di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022). Foto: Oji/Man

Jakarta, pelita.co.id Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kinerja dan investasi perusahaan smelter nikel kelas dua yang menghasilkan feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI).

Dorongan itu menjadi kesimpulan rapat antara komisi energi bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, dan beberapa direktur utama perusahaan smelter yang telah beroperasi di Indonesia.

Bacaan Lainnya

“Bukan hanya investasi baru tetapi investasi yang sedang berjalan pun kita minta untuk dievaluasi. Karena NPI itu tidak usah lagi lah karena itu nikel yang low grade. Kita sepakat nikel itu mineral kritis,” kata Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya saat RDP di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

Menurut Bambang, sebagian besar pabrik pengolahan pirometalurgi rotary kiln-electric furnace (RKEF) yang menjadi lini pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite itu tidak menunjukkan komitmen yang serius untuk melanjutkan investasi yang lebih hilir dari komoditas bijih nikel di Indonesia.

BACA JUGA: Komisi VII DPR RI Minta Pemerintah Akuisisi PT Vale Indonesia (INCO)

Menurut dia, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah gegabah saat memberikan izin investasi yang masif pada beberapa perusahaan asing pengolahan bijih nikel kadar tinggi tersebut. Sementara, dia melanjutkan, tidak ada batasan yang jelas ihwal izin investasi pengolahan awal bijih nikel itu.

“Kandungan nikel dari NPI itu 10 sampai 12 persen, mohon maaf ini saya tidak setuju, seharusnya pak Dirjen Ilmate Taufik tidak boleh lagi produksi NPI dari Indonesia, bagi saya ini adalah penyelundupan gaya baru,” kata dia.

Baca berita terkini lainnya di tautan ini dan berita terkini dari PELITA.CO.ID di Google News dengan klik tautan ini.

Baca berita lebih cepat, unduh aplikasi PELITA.CO.ID di Google Play di tautan ini.

PELITA.CO.ID di WhatsApp: pelita.co.id di WhatsApp Channel Dapatkan aplikasi PELITA.CO.ID di Google Play: pelita.co.id di Google Apps PELITA.CO.ID di Google News: pelita.co.id di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan