Membaca Capaian Akademi Jakarta

Ketua Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma saat melepas buku "Akademi Jakarta 2021-2025" di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat pada Senin, (24/11/2025). Foto: pelita.co.id/Mulyono Sri Hutomo
Ketua Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma saat melepas buku "Akademi Jakarta 2021-2025" di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat pada Senin, (24/11/2025). Foto: pelita.co.id/Mulyono Sri Hutomo

Jakarta, pelita.co.idRentang panjang Akademi Jakarta melintasi jaman. Sejak dilahirkan melalui keputusan Gubernur Ali Sadikin Nomor cb. 13/1/39/1970, Akademi Jakarta melewati 55 tahun dengan berbagai kisah. Sejak awal dibentuk, Akademi Jakarta (AJ) sudah dihujani kritik oleh seniman muda waktu itu. Kritik pedasnya, AJ tak berguna namun menerima banyak uang anggaran pemerintah provinsi sehingga harus dibubarkan. Ali Sadikin marah terhadap kritik itu, dan menyebut AJ adalah bagian dari pemerintah Jakarta.

Pada Senin, (24/11/2025) di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat rekaman kiprah dan capaian Akademi Jakrta disampaikan kepada publik. Tak hanya menutup laporan akhir tahun, acara ini sekaligus nemapilkan kilas balik Akademi Jakarta sedari tahun 1970.

Bacaan Lainnya

Ketua Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma saat melepas buku “Akademi Jakarta 2021-2025” menyampaikan buku ini menjadi laporan kerja kepada publik atas segenap hak dan kewajiban yang dipercayakan dalam menjalankan fungsi sebagai mitra lembaga pemerintah yang mengelola Jakarta.

Seno Gumira juga menyampaikan, apabila kemudian laporan kerja lima tahunan ini dibahas oleh Martin Suryajaya yang membandingkannya dengan konsep, fungsi, dan hasil kerja lembaga Akademi Jakarta sejak awal pendiriannya pada 1970, maka setidaknya bermakna dua perkara.

“Pertama, publik mendapatkan ikhtisar singkat padat laporan kerja dalam segenap fluktuasi budaya tempatnya berada, sehingga publik dapat mengenali dan menilai konsep, fungsi, dan hasil kerjanya sebagai lembagai publik. Kedua, posisinya sebagai lembaga yang bermula mangamati, mempersoalkan dan memberi pandangan atas berbagai keadaan mau pun kebijakan, kini dibalik untuk diamati, dipersoalkan, dan diberi pandangan, bahkan atas tugas yang mesti dikerjakan kemudian,” kata Seno Gumira Ajidarma.

BACA JUGA: Seniman Perempuan di Jakarta Masih Hadapi Pelecehan Seksual hingga Intelektual

Dosen Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta, Martin Suryajaya memaparkan salinda berjudul 'Peran Akadmi Jakarta dalam Merancang Kebijakan Budaya Jakarta: Catatan atas Buku Akadmi Jakarta 2021-2025' di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat pada Senin, (24/11/2025). Foto: pelita.co.id/Mulyono Sri Hutomo
Dosen Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta, Martin Suryajaya memaparkan salinda berjudul ‘Peran Akadmi Jakarta dalam Merancang Kebijakan Budaya Jakarta: Catatan atas Buku Akadmi Jakarta 2021-2025’ di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat pada Senin, (24/11/2025). Foto: pelita.co.id/Mulyono Sri Hutomo

“Adalah kewajiban Akademi Jakarta, agar segenap pandangan kritis, dan saran dari siapa pun, dari mana pun, dipertimbangkan dengan seksama, selama waktu yang dibutuhkan untuk membuatnya berguna,” pungkasnya.

Dalam acara teresebut, Dosen Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta, Martin Suryajaya memaparkan salinda berjudul ‘Peran Akadmi Jakarta dalam Merancang Kebijakan Budaya Jakarta: Catatan atas Buku Akademi Jakarta 2021-2025’.

“Dalam seluruh perubahan tugas Akademi Jakarta, ada benang merah yang tetap bertahan yakni fungsi konsultasi kebijakan dan fungsi seleksi anggota Dewan Kesenian Jakarta. Sedangkan fungsi-fungsi yang lain senantiasa berubah seiring waktu,” kata Martin Suryajaya.

Menilik dokumen transrip pertemuan seniman, Akademi Jakarta, dan Dewan Kesenian Jakarta pada 1985, Martin menyampaikan bahasan mereja jauh sekali jaraknya dari kebijakan publik bidang kebudayaan.

“Yang diperkarakan adalah soal siapa menduduki jabatan apa, dan bukan apa kebijakan yang dibutuhkan Jakarta,” sambungnya.

3 Fondasi untuk Akademi Jakarta Masa Depan

Martin Suryajaya menawarkan tiga fondasi untuk Akademi Jakarta di masa depan. Pertama, mengatur mekanisme ruang seni berjenjang. Akademi Jakarta menyiapkan rekomendasi kebijakan untuk mengelola alur dari berbagai ruang seni tersebut.

Ruang seni berjenjang dapat dilakukan melalui aktivasi seni budaya warga di tingkat rukun tetangga dan warga melalui Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan gelanggang kecamatan. Naik jenjang ke tingkat Gelanggan Remaja Kota kemduak naik jenjang ke tingkat TIM.

Kedua, merumuskan kebijakan tata ruang Jakarta berparadigma kebudyaan. Akademi Jakarta perlu membuat riset tentang ekosistem kebudyaan di sepuluh kawasan tersebut sebagai dasar perumusan kebijakan tata ruang yang berparadigma kebudyaan.

Ketiga, mengawal proses perumusan kebijakan dinas, Pergub, dan Perda di bidang kebudayaan. Akademi Jakarta perlu membentuk tim lobi atau advokasi yang bersifat tetap. Tim ini perlu menguasai bahasa perencanaan dan regulasi, mengikuti semua rapat yang relevan dengan pengambilan kebijakan budaya, dan menyinergikan kepentingan dinas, pemangku kepentingan, dan pelaku seni budaya di Jakarta.

“Inilah tiga kunci yang akan menjadi landasan bagi perwujudan amanat utama Akademi Jakarta sejak lembaga ini didirikan. Dari sini, segala hal baik yang pernah kita bayangkan mengenai kehidupan kebudyaan Jakarta menjadi mungkin,” ujarnya.

PELITA.CO.ID di WhatsApp: pelita.co.id di WhatsApp Channel Dapatkan aplikasi PELITA.CO.ID di Google Play: pelita.co.id di Google Apps PELITA.CO.ID di Google News: pelita.co.id di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan