OPINI: Kewajiban Tolong Menolong

Ilustrasi. Foto: unsplash/Markus Spiske
Ilustrasi. Foto: unsplash/Markus Spiske

Tomy Michael
Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Pada saat duduk di bangku sekolah dasar, terdapat doktrin bahwa kita harus tolong menolong. Ketika itu dilakukan maka perbuatan itu selaras dengan Pancasila dan Tuhan juga menyenangi. Masa kecil saya, juga sangat bahagia ketika menolong seseorang misalnya pensilnya terjatuh atau sekadar mengambil bola yang terlempar.

Bacaan Lainnya

Sikap tolong menolong tidak memandang suku, agama, profesi atau waktu. Ajaran itu sebetulnya sudah ada dalam kitab suci dalam kalimat yang berbeda-beda.

Lantas ketika telah termaktub dalam kitab suci, mengapa tolong menolong diajarkan di sekolah? Bukankah itu sudah menjadi bagian hidup manusia yang harus dilakukan tanpa ada pengaruh orang lain? Apakah orang tua kita sendiri merasa aneh ketika kita menolong seseorang? Saya berpikiran bahwa tolong menolong itu adalah bagian yang paling alami dari manusia sehingga sekolah harus memperkuatnya. Terdapat kontradiksi bahwa tolong menolong dalam ujian tidak diperbolehkan. Pemberian informasi yang sederhana dan mudah dipahami.

Dengan banyaknya kejadian yang tidak pernah terpikirkan waktu sekolah dulu maka tolong menolong saat ini memunculkan polemik. Tren sosial eksperimen menunjukkan bahwa masih ada orang yang menolong secara ikhlas.

Acuan saya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU No. 1/2023) dimana yang baru berlaku tahun 2026. Pasal 432 UU No. 1/2023 termaktub bahwa “setiap orang yang ketika menyaksikan ada orang yang sedang menghadapi bahaya maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan kepadanya tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, jika orang tersebut mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II”.

Pasal yang sangat panjang ini membutuhkan kecermatan untuk membacanya karena terkesan membingungkan. Namun dalam pasal penjelasannya termaktub “ketentuan ini menunjukkan adanya kewajiban setiap orang menyelamatkan jiwa orang lain dari bahaya maut, sepanjang pertolongan itu tidak membahayakan dirinya atau orang lain”.

Pasal ini mengubah makna keikhlasan dalam tolong menolong bahkan kitab suci pun merasa dinista. Ada dua rekayasa yang pertama waktu mengendarai mobil listrik di malam hari dan terlihat seseorang merintih di pinggir jalan. Jika mengacu pada pemikiran berani Niccolò Machiavelli maka tidak perlu ditolong karena seseorang harus mempertahankan hidupnya dengan cara apapun. Apakah orang yang merintih tadi betul-betul korban atau ia adalah pelaku kejahatan? Pemikiran demikian menjadikan perubahan paradigma dalam tolong menolong.

Ketika ia bagian dari kelompok begal maka cara terbaiknya adalah melewatinya dan diri pasti aman. Kalau ia adalah korban sebenarnya maka banyak cara menyelesaikannya misalnya telepon ambulans, memberinya ketenangan hati sambil menunggu bantuan datang, memviralkan lewat Instagram agar cepat tertangani atau mengaplikasikan kemampuan dasar penyelamatan maka itu hal yang baik. Rekayasa yang kedua yaitu pengalaman pribadi menolong pengendara sepeda motor terjatuh dekat lampu merah. Kebetulan saya kebagian mengangkat roda motor belakang dan terdapat penolakan dalam diri sebetulnya.

Pada akhirnya saya melihat telapak kaki penumpang mengalami luka cukup parah, walaupun kejadiannya sudah bertahun tahun lalu namun sampai sekarang masih teringat. Kadang saya berpikir apakah ingatan ini menjadi hal yang menguntungkan atau tidak. Namun ada rasa trauma dalam diri yang muncul namun apabila terjadi kejadian serupa, tampaknya saya akan mempertimbangkan lagi.

Ini bukan karena ada sifat buruk dalam diri namun negara tidak memperhitungkan rasa trauma yang dialami penolong. Artinya dalam UU No. 1/2023 dalam pikiran licik “sudah saya tolong tapi kalau dia mati maka saya bisa dipenjara” namun bisa juga kita memperoleh hadiah dari kepolisian misalnya tetapi umumnya tindakan itu betul-betul viral.

Perbandingan kedua yaitu dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu Dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU No. 4/2024). Terdapat penjelasan bahwa “hak untuk hidup yang layak, mempertahankan kehidupannya, serta membentuk Keluarga merupakan hak warga negara yang dilindungi oleh negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Hak-hak demikian sangatlah bagus dan identik dengan tolong menolong. Tetapi semuanya kembali lagi pada bagaimana penguasa mempromosikan hak dan kewajiban asasi manusia secara seimbang.

Jikalau sudah demikian maka doktrin tolong menolong tidak hanya terkait keikhlasan hati namun pemahaman akan norma hukum yang berlaku. Tolong menolong menjadi mental berani di kala penolong itu muncul.

Dulu saya mendapat pujian dari orang tua ketika menolong seseorang atau hewan. Tetapi sekarang bukan pujian melainkan pertanyaan berupa “ada yang lihat?, hati-hati jangan sampai diteriakin orang-orang, atau lain kali jangan sendirian”. Masih banyak jawaban lainnya dan itu pun harus dihinggapi dewi keberuntungan. Jadi bagian klimaksnya adalah tolong menolong itu bukanlah kewajiban namun negara harus tetap mendukungnya. Hal ini penting untuk tercapainya tujuan hukumyang selalu berubah makna dalam kehidupan.

***

Redaksi  pelita.co.id menerima opini dengan berbagai tema dan topik. Kirim opini Anda melalui email ke  redaksi@pelita.co.id dengan subyek email: Opini_Judul Opini.

Baca Juga Opini Lainnya:

Perjuangan Pekerja Industri Kreatif Mendapatkan Pengakuan Negara oleh Ikhsan Raharjo
Ketua Umum Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI)

Memperkuat Aspek Ketatanegaraan dan Urgensi Utusan Golongan di MPR oleh Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI

Idealisasi Fungsi Kontrol Pers oleh Husen Mony, Pengajar Jurnalistik di Fakultas Ilmu  Komunikasi, Universitas Sahid  Jakarta

Nasionalisme, Kewarganegaraan, dan Pancasila oleh As’ad Said Alipenulis buku Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan

PELITA.CO.ID di WhatsApp: pelita.co.id di WhatsApp Channel Dapatkan aplikasi PELITA.CO.ID di Google Play: pelita.co.id di Google Apps PELITA.CO.ID di Google News: pelita.co.id di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan