Pasal Asuransi di KUHD Harus Dipandang sebagai Perlindungan Hukum

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, saat sidang pengujian materiil di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: Farhan/vel
Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, saat sidang pengujian materiil di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: Farhan/vel

Jakarta, pelita.co.idAnggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menegaskan pentingnya mempertahankan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur aspek perjanjian asuransi. Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (7/11/2024), Sarifuddin menekankan bahwa aturan asuransi dalam KUHD tidak hanya mengikat secara hukum, tetapi juga melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.

“KUHD tidak hanya melindungi tertanggung, tetapi juga memastikan agar penanggung dapat mengelola risiko dengan adil dan transparan. Prinsip ini sangat penting untuk menjamin keseimbangan dalam perjanjian asuransi,” tutur Sarifuddin dalam sidang pengujian materiil terhadap Pasal 251 KUHD.

Bacaan Lainnya

Pasal 251 KUHD, yang saat ini digugat oleh ahli waris penerima manfaat asuransi, menjadi pusat perhatian dalam kasus ini. Gugatan tersebut menyoroti mekanisme pembatalan polis oleh penanggung karena ketidaksesuaian data medis, meskipun tertanggung telah bertindak dengan itikad baik. Para pemohon menilai bahwa ketentuan ini digunakan untuk menghindari kewajiban pembayaran klaim asuransi.

Namun, DPR RI berpendapat bahwa ketentuan tersebut dirancang untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan kepada penanggung akurat. “Ketidaksesuaian informasi, meskipun dengan itikad baik, tetap dapat memengaruhi keputusan penanggung dalam menerima perjanjian. Karena itu, penting bagi aturan ini untuk tetap ada demi melindungi hak kedua belah pihak,” jelas Sarifuddin.

Ia juga menambahkan bahwa upaya para pemohon dalam mengajukan gugatan seharusnya mempertimbangkan jalur hukum yang berlaku, mengingat kasus ini terkait sengketa konkret. “Pengadilan negeri adalah tempat yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan seperti ini, bukan Mahkamah Konstitusi,” tambahnya.

DPR RI menegaskan bahwa ketentuan Pasal 251 KUHD bukanlah penghalang keadilan, melainkan bagian dari sistem hukum yang menjaga keseimbangan dan kepercayaan dalam perjanjian asuransi. Prinsip-prinsip seperti itikad baik (utmost good faith) perlu ditegakkan agar mekanisme asuransi tetap sehat dan dapat dipercaya oleh masyarakat.

Sebagai penutup, Sarifuddin mengingatkan bahwa aturan ini memperkuat ikatan hukum yang jelas dan tegas antara tertanggung dan penanggung, sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan KUH Perdata. “Kita harus memastikan bahwa semua pihak menjalankan kewajibannya dengan jujur dan bertanggung jawab,” pungkasnya.

DPR RI meminta Mahkamah Konstitusi untuk menolak permohonan pengujian tersebut, sambil menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada hakim. Di tengah sorotan terhadap sengketa asuransi, pandangan DPR menekankan pentingnya keseimbangan dalam regulasi hukum komersial yang berdampak luas ini.

PELITA.CO.ID di WhatsApp: pelita.co.id di WhatsApp Channel Dapatkan aplikasi PELITA.CO.ID di Google Play: pelita.co.id di Google Apps PELITA.CO.ID di Google News: pelita.co.id di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan