Proses perumusan Pancasila sempat mengalami perdebatan terkait isinya untuk menghindari perpecahan dilakukan perubahan terkait isi rumusan tersebut.
Peristiwa ini menunjukkan nilai-nilai Pancasila yang positif yang telah berakal dalam diri bangsa Indonesia. Tunjukkan contoh peristiwa yang serupa dengan peristiwa tersebut dalam kehidupan sehari-hari!
Salah satu contoh peristiwa yang serupa dengan peristiwa perubahan dalam proses perumusan Pancasila adalah perubahan dalam peraturan atau kebijakan negara yang mencerminkan nilai-nilai positif dan berakar dalam masyarakat.
Berikut adalah contoh-contoh peristiwa sehari-hari yang mirip:
- Perubahan dalam undang-undang perlindungan lingkungan
Ketika muncul kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup, pemerintah dapat melakukan perubahan dalam undang-undang perlindungan lingkungan. Ini bisa termasuk aturan yang lebih ketat terkait pengelolaan sampah, pembatasan penggunaan plastik, atau insentif untuk pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Perubahan ini mencerminkan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan.
- Perubahan kebijakan dalam pendidikan
Ketika muncul kebutuhan untuk memperbarui sistem pendidikan agar sesuai dengan perkembangan zaman, pemerintah dapat melakukan perubahan dalam kebijakan pendidikan. Misalnya, mengadopsi kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja, memperluas akses pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu, atau meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualifikasi guru.
Perubahan ini mencerminkan nilai-nilai kesetaraan dan peningkatan potensi manusia.
- Perubahan dalam aturan kesehatan masyarakat
Ketika masyarakat dihadapkan pada permasalahan kesehatan seperti wabah penyakit, pemerintah dapat melakukan perubahan dalam aturan kesehatan masyarakat.
Ini bisa termasuk langkah-langkah seperti penerapan kebijakan vaksinasi, menjaga kebersihan sanitasi, atau pembatasan sosial saat terjadi penyebaran penyakit yang cepat.
BACA JUGA: Tantangan Penerapan Pancasila Sila ke-3 Pada Era Kehidupan Global
Contohnya yang terjadi ketika pandemi COVID-19, ketika pemerintah dengan cepat menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Perubahan ini mencerminkan nilai-nilai kepedulian terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat.
- Perubahan kebijakan dalam penggalakan keadilan sosial
Ketika terjadi ketimpangan sosial yang signifikan, pemerintah dapat melakukan perubahan dalam kebijakan yang bertujuan memperbaiki kondisi dan mewujudkan keadilan sosial.
Misalnya, mengadopsi kebijakan redistribusi sumber daya yang lebih merata, mengurangi kesenjangan ekonomi, atau memberikan akses yang lebih baik bagi masyarakat dalam hal pekerjaan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Perubahan ini mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial yang inklusif.
Dalam contoh-contoh di atas, perubahan kebijakan dan aturan berfungsi untuk mengatasi tantangan atau perubahan dalam masyarakat, dan mencerminkan nilai-nilai positif yang terdapat dalam masyarakat.
Hal ini sejalan dengan perumusan kembali Pancasila yang dilakukan untuk memastikan nilai-nilai positif Pancasila tetap relevan dan dapat menjawab kebutuhan dan tuntutan zaman.
BACA JUGA: Pancasila Selalu Dikehendaki oleh Bangsa Indonesia Sebagai Dasar Kerohanian Bangsa, Ini Buktinya
BPUPKI, Pengertian dan Sejarah Singkat
BPUPKI adalah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Choosakai) yang dikenal sebagai BPUPKI. Dibentuk pada tanggal 29 April 1945 yang diketuai Dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, dengan dua orang Ketua Muda (Fuku Kaityo). Ketua Muda I Itibangase dan Ketua Muda II, Raden Pandji Soeroso yang beranggotakan 60 orang anggota biasa, dan 7 (tujuh) orang anggota Istimewa ( Toku Betsu) berkebangsaan Jepang yang tidak mempunyai hak suara.
Keberadaan mereka di dalam BPUPKI, karena pada tanggal tersebut adalah HUT Tenno Heika (Kaisar), atau Tenco – Setsu (Hari Mulia). Adapun ke tujuh orang anggota istimewa tersebut adalah: Tokonomi Tokuzi, Miyano Syoozo, Itagaki Masamitu, Matuura Mitokiyo, Tanaka Minoru, Masuda Toyohiko, dan Idee Toitiroe. Kemudian jumlah anggota BPUPKI ditambah 6 ( enam) orang anggota yang berasal dari Indonesia.
Dengan demikian jumlah keseluruhan anggota BPUPKI adalah 76 orang (termasuk Ketua dan Ketua Muda).
Baca Juga: Dampak Persatuan dan Kesatuan terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pada tanggal 28 Mei 1945 Jepang melantik BPUPKI dan keesokan harinya BPUPKI melakukan persidangan yaitu sidang pertama dari tanggal 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 dan sidang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 16 Juli 1945.
Dengan terbentuknya badan tersebut bangsa Indonesia dapat secara sah mempersiapkan kemerdekaannya, antara lain merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka, di samping itu juga dasar-dasar atau asas-asas, di atas mana akan didirikan negara Republik Indonesia.
Periode inilah yang diwarnai dengan kegiatan perumusan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu dengan diskusi dan perdebatan-perdebatan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pada hari pertama sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 ketua BPUPKI meminta para anggota BPUPKI untuk mengemukakan dasar Indonesia merdeka. Pada tanggal 29 Mei, 31 Mei dan 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI yaitu Mr. Moh. Yamin, Prof, R, Soepomo dan Ir. Soekarno masing-masing mengemukakan pendapatnya tentang lima asas atau lima dasar Negara Indonesia merdeka.
Adapun rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara yang dikemukakan paran anggota BPUPKI tersebut adalah sebagai berikut:
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Moh. Yamin menyampaikan dalam pidatonya lima asas atau dasar Negara Indonesia merdeka, yaitu:
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri Ketuhanan
- Peri kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Baca Juga: Tokoh Pendiri Negara Indonesia dan Perumusannya
Di samping pidato tersebut Mr. Muh. Yamin menyampaikan pula secara tertulis rancangan UUD Republik Indonesia yang di dalam pembukaannya tercantum lima asas dasar negara. Lima asas tersebut rumusannya berbeda dengan yang diucapkannya dalam pidatonya , yaitu sebagai berikut:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kebangsaan Persatuan Indonesia
- Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 31 Mei 1945, dalam pidatonya Prof. R. Soepomo mengemukakan pendapatnya tentang lima asas atau lima dasar Negara Indonesia merdeka dengan rumusan sebagai berikut :
- Persatuan
- Kekeluargaan
- Keseimbangan lahir dan batin
- Musyawarah
- Keadilan Rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945 tibalah giliran Ir. Soekarno untuk menyampaikan pidatonya pada sidang BPUPKI. Dalam pidato itu Ir. Soekarno mengusulkan pula lima asas untuk menjadi dasar negara Indonesia Merdeka yaitu:
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau perikemanusiaan
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang berkebudayaan.
Pada tanggal 1 Juni 1945 untuk lima asas atau lima dasar sebagai dasar Negara Indonesia merdeka oleh Ir. Soekarno diusulkan untuk diberi nama Pancasila yang mana istilah itu diperolehnya dari seorang temannya yang ahli bahasa.
Adapun usul Ir. Soekarno agar Dasar Negara Indonesia yang terdiri dari lima asas atau lima dasar dinamakan Pancasila, disetujui peserta sidang BPUPKI.
Dalam perkembangannya kemudian yaitu tahun 1947 pidato Ir. Soekarno tersebut dipublikasikan dalam bentuk sebuah buku yang berjudul lahirnya Pancasila dan oleh karena itulah muncul anggapan umum bahwa lahirnya Pancasila adalah tanggal 1 Juni 1945 pada saat peserta sidang pertama BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 menyetujui usulan Ir. Soekarno agar nama Dasar Negara yang terdiri dari lima sila dinamakan Pancasila.
Pada akhir sidang pertama, ketua sidang membentuk suatu panitia, yang dikenal sebagai panitia delapan yang diketuai Ir. Soekarno yang ditugasi antara lain mengumpulkan dan menggolong-golongkan usul-usul yang diajukan peserta sidang.
PANITIA SEMBILAN

Sidang pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Pada tanggal 22 Juni 1945, ketua panitia delapan telah mengadakan pertemuan dengan anggota BPUPKI yang ada di Jakarta dan anggota BPUPKI yang kebetulan berada di Jakarta.
Pertemuan tersebut merupakan pertemuan antara golongan/paham kebangsaan dan golongan / paham agama. Dalam rapat tersebut dibentuk panitia sembilan yang anggotanya terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Wachid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin.
Panitia sembilan telah mencapai hasil baik yang menghasilkan persetujuan dari golongan / paham agama (Islam) dan golongan / paham kebangsaan. Persetujuan tersebut termaktub dalam satu naskah yang oleh panitia delapan ditetapkan sebagai Rancangan Preambule Hukum Dasar.
Adapun hasil panitia sembilan tersebut sebagai hasil persetujuan golongan agama dan kebangsaan oleh Mr. Moh. Yamin disebut sebagai Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.
Didalam Rancangan Preambule Hukum Dasar yang disusun oleh Panitia Sembilan yang kemudian menjadi rancangan Pembukaan UUD 1945 terdapat rancangan dasar Negara Pancasila.
Baca Juga: Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
Adapun rancangan dasar Negara Pancasila yang terdapat dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut :
- Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rancangan Dasar Negara Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta tersebut yang tertuang dalam Rancangan Preambule Hukum Dasar dilaporkan dalam sidang kedua BPUPKI. Rancangan Preambule Hukum Dasar dan hal-hal lainnya oleh panitia delapan dilaporkan dalam sidang kedua BPUPKI, dan dalam sidang kedua keanggotaan BPUPKI.
Selanjutnya pada tanggal 11 Juli 1945 ketua BPUPKI membentuk tiga panitia yaitu :
- Panitia Perancang UUD diketuai Ir. Soekarno
- Panitia Pembelaan Tanah Air diketuai Abikoesno Tjokrosoejoso
- Panitia soal keuangan dan perekonomian diketuai Dr. Moh. Hatta
Panitia Perancang UUD bekerja selama 3 hari membentuk panitia kecil yang diketuai Prof. R. Soepomo. Pada tanggal 14 Juli 1945 Ketua Perancang UUD Ir. Soekarno melaporkan hasil tugasnya kepada sidang kedua BPUPKI.
Adapun hasil panitia perancang UUD yang disampaikan sidang kedua BPUPKI terdiri dari naskah:
- Rancangan teks proklamasi yang diambil dari alinea 1, 2 dan 3 rancangan Preambule hukum dasar (Piagam Jakarta) ditambah dengan yang lain sehingga merupakan teks proklamasi yang panjang.
- Rancangan Pembukaan UUD 1945 diambil dari alinea 4 Rancangan Preambule Hukum dasar (Piagam Jakarta).
- Rancangan Batang Tubuh UUD.
Pada tanggal 14 Juli 1945 setelah melalui perdebatan dan perubahan maka teks Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat rancangan dasar Negara Pancasila diterima sidang.
Pada tanggal 16 Juli 1945 rancangan Preambule hukum dasar yang selanjutnya dikenal sebagai rancangan Pembukaan, UUD dan rancangan Batang Tubuh UUD diterima dalam sidang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dirumuskan dalam sidang-sidang BPUPKI.






