Vietnam adalah negara pengekspor beras terbesar kedua setelah Thailand, tetapi penduduknya tak terlahir untuk makan nasi.
Berkebalikan dengan Indonesia. Jika tak makan nasi, masyarakat Indonesia serasa belum makan. Dan ironisnya, untuk mencukupi kebutuhan itu Indonesia harus mengimpor beras, salah satunya dari Vietnam.

“Saya makan pakai nasi mungkin satu atau dua kali dalam sebulan,” kata seorang gadis petugas pintu di Hotel Caravelle, Ho Chi Minh City, Vietnam, Nga akhir pekan lalu.
Nga lalu menguraikan kebiasaan makannya secara lugas. Pagi hari, ia biasa sarapan dengan roti beberapa potong dan teh hangat, siang hari menyantap mi dan lauk pendukungnya. Minya berbahan baku beras, bukan terigu atau gandum.
BACA JUGA: Sorgum, Sumber Pangan Sehat Masyarakat Nusa Tenggara Timur
Sedangkan untuk santap malam, orang Vietnam enggan mengonsumsi makanan berat, tetapi cukup dengan aneka sayur dan sup olahan sederhana.
Karena itu, pemandangan kota Ho Chi Minh City (dahulu dikenal sebagai Saigon),
tidak banyak “dikotori” oleh warga penderita obesitas. Semua warganya langsing.
Jika masing-masing warganya mengkonsumsi beras relatif sedikit bahkan terbilang sangat hemat, maka efisiensi pola makannya, khususnya dalam hal pemanfaatan beras, juga sangat tinggi.
Karena itu, tidak heran jika data yang dilansir Kementeri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Vietnam menyebutkan, ekspor nasional produk pertanian dan kehutanan Vietnam selama kuartal pertama 2008 mencapai 3,2 miliar dolar AS, naik 11,6 persen di banding setahun sebelumnya.
Beberapa produk kunci seperti beras, kopi, karet dan kertas menunjukkan pertumbuhan ekspor yang tinggi rata-rata 21-38 persen, meskipun jumlahnya turun. Sebagai negara pengekspor beras, Vietnam akan sangat menikmati tren tingginya harga beras internasional dalam beberapa tahun terakhir.
Diversifikasi Pangan
Apa yang terjadi di Vietnam, dengan pola makan masyarakatnya yang sangat beragam, tentu membawa berkah kepada peningkatkan produksi pertanian, khususnya beras.
Apalagi di tengah iklim harga beras dunia saat ini yang trennya terus meningkat. Harga beras dengan kadar patahan maksimal 25 persen tahun lalu masih 330 dollar AS per ton.
Pada Maret tahun ini harganya di atas 500 dollar AS. Harga beras Vietnam patahan 5 persen pekan lalu 550 dolar AS per ton, sedangkan patahan 10 persen mencapai 540 dolar AS.
Kenaikan harga beras kualitas medium di pasar Asia akhir-akhir ini sudah lebih dari 52 persen. Sementara, ekspor beras Vietnam tahun ini ditargetkan hanya 3,5 juta ton atau lebih rendah 1 juta ton dari 2007.
Jika di Vietnam diversifikasi pangan sudah terjadi dan sudah menjadi kebiasaan hidup masyarakatnya, bagaimana dengan Indonesia?
Baca berita Gaya Hidup lainnya di tautan ini dan berita terkini dari PELITA.CO.ID di Google News dengan klik tautan ini.
TERPOPULER: