Sikap positif dalam memahami aspek sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang berstandar pada fakta (bahasa Latin factus berarti “apa yang sudah selesai”).
Kebenaran sejarah terletak dalam kesedian sejarawan untuk meneliti sumber sejarah secara tuntas sehingga diharapkan ia akan mengungkap secara objektif.
Hasil akhir yang diharapkan ialah kecocokan antara pemahaman sejarawan dengan fakta.
Berikut 3 hal tentang sikap positif memahamai sejarah:
Sejarah ialah Ilmu Tentang Manusia
Sejarah bercerita tentang manusia. Akan tetapi, juga bukan cerita tentang masalalu manusia secara keseluruhan.
Manusia yang berupa fosil menjadi objek penelitian antropologi ragawi dan bukan sejarah. Demikian juga benda-benda, yang meskipun itu perbuatan manusia juga, tetapi lebih menjadi pekerjaan arkeologi.
Sejarah hanya mengurusi manusia masa kini. Ada persetujuan tidak tertulis antara arkeologi dan sejarah akan meneliti peristiwa-peristiwa sesudah 1500.
Sejarah ialah Ilmu Tentang Waktu
Sejarah ialah ilmu tentang waktu. Apa yang dapat dibicarakan tentang waktu? Dalam waktu terjadi empat hal, yaitu (1) perkembangan, (2) kesinambungan, (3) pengulangan, dan (4) perubahan.
Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk lain.
Kesinambungan terjadi bila suatu masyarakat baru hanya melakukan adopsi lembaga-lembaga lama.
Sejarah ialah Ilmu Tentang Sesuatu yang Mempunyai Makna Sosial
Tidak semuanya penting untuk perkembangan dan perubahan masyarakat.
Contohnya, bangunan Belanda tidak penting tetapi gedung dansa di suatu kota menjadi penting karena gedung itu punya makna sosial sebab merupakan contoh peningalan suatu zaman.
Kepergian Pakubuana X ketempat peristirahatan mungkin tidak penting, tetapi ketika Pakubuana X pergi kedaerah-daerah pada tahun 1910 an dapat menjadi penting bagi pemerintah Kolonial karena dianggap mmengugah nasionalisme Jawa.
Ikuti berita terkini dari PELITA.CO.ID di Google News dengan klik tautan ini.