Jakarta, pelita.co.id – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutus mengabulkan eksepsi Tempo dalam perkara perdata yang diajukan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, terhadap PT Tempo Inti Media Tbk pada Senin, (17/11/2025).
“Mengadili: Mengabulkan eksepsi Tergugat; Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini,” bunyi amar putusan Nomor 684/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL sebagaimana dikutip melalui situs pengadilan Jakarta Selatan hari ini.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, menggugatan perdata sebesar Rp200 miliar terhadap Tempo. Kuasa hukum Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Chandra Muliawan, menegaskan bahwa gugatan perdata sebesar Rp200 miliar terhadap Tempo bukan bertujuan untuk membungkam kebebasan pers, melainkan untuk menegakkan etika jurnalistik dan menjaga martabat petani Indonesia. Ia menekankan, apabila gugatan ini dikabulkan, dana ganti rugi akan dikembalikan kepada publik melalui program-program strategis di sektor pertanian.
“Kalau gugatan ini dikabulkan, dana tersebut akan masuk ke kas negara dan digunakan untuk mendukung program pangan nasional, perbaikan irigasi, serta penyediaan pupuk. Jadi manfaatnya kembali kepada rakyat, terutama petani,” ujar Chandra.
Ia menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk kepentingan pribadi atau lembaga, melainkan untuk memulihkan nama baik dan kepercayaan publik terhadap kerja keras petani dan pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Menurut Chandra, pemberitaan tersebut telah mencederai martabat 160 juta petani Indonesia yang selama ini berjuang menjaga ketahanan pangan bangsa.
Menanggapi gugatan tersebut, Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra menilai pernyataan Chandra itu tidak berdasar dan menafsirkan sendiri secara sepihak atas pelaksanaan PPR Dewan Pers. Faktanya, tak ada pernyataan dari Dewan Pers apakah Tempo sudah atau belum melaksanakan empat poin rekomendasi Dewan Pers.
Fakta lain, kata Setri, Tempo telah melaksanakan empat poin PPR sehari setelah menerima naskah PPR Dewan Pers, yakni mengubah judul poster di media sosial dan web menjadi “Main Serap Gabah Rusak”, mencabut poster lama, meminta maaf kepada pengadu, dan melaporkannya ke Dewan Pers.
Pengadu poster tersebut adalah Ketua Kelompok Substansi Strategi Komunikasi dan Isu Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian Wahyu Indarto. “Jadi, jika Kementerian Pertanian menilai
Tempo belum melaksanakan PPR, itu juga tafsir mereka,” kata Setri.
Jika pun Wahyu Indarto tak puas dengan pelaksanaan PPR itu, kata Setri, semestinya ia datang kembali ke Dewan Pers menyatakan keberatannya lalu Dewan Pers memediasi kembali pelaksanaan PPR. “Itu mekanisme yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers, sebagai pelaksanaan atas Undang-Undang Pers,” kata Setri. “Bukan langsung menggugat ke pengadilan atas nama Menteri Pertanian Amran Sulaiman,” ujarnya.






